FILSAFAT ILMU 2
Sarana Berpikir Ilmiah
Manusia
disebut dengan homo
faber yang artinya bahwa manusia merupakan makhluk yang membuat alat; dan
kemampuan untuk membuat alat dikarenakan manusia memiliki pengetahuan.
Berkembangnya suatu pengetahuan juga membutuhkan alat-alat. Sarana merupakan
suatu alat yang akan membantu manusia untuk mencapai suatu tujuan tertentu,
sedangkan sarana berpikir ilmiah merupakan suatu alat bagi metode ilmiah dalam
melakukan berbagai fungsinya secara baik.
Dalam
proses penelitian harus memperhatikan dua hal, pertama sarana berpikir ilmiah
bukan merupakan kumpulan ilmu, tetapi merupakan kumpulan pengetahuan yang
didapatkan berdasarkan metode ilmiah. selanjutnya Kedua mempelajari sarana
berpikir ilmiah bertujuan untuk memungkinkan menelaah ilmu secara baik (Endraswara,
2012). Dari
penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sarana berpikir ilmiah adalah
alat bekerpikir dalam membantu metode ilmiah sehingga memungkinkan penelitian
dapat dilakukan secara baik dan benar.
Suhartono
Suparlan (2005) mengemukakan bahwa: Manusia
memiliki kemampuan menalar, artinya berpikir secara logis dan analitis. karena
kelebihan manusia dalam kemampuannya menalar dan mempunyai bahasa untuk
mengkomunikasikan hasil pemikirannya yang abstrak, maka manusia bukan saja
mempunyai pengetahuan akan tetapi juga mampu mengembangkannya. Karena
kelebihannya itu maka Aristoteles memberikan identitas kepada manusia sebagai “animal rationale”.
Ø Bahasa sebagai sarana berfikir ilmiah
Bahasa merupakan suatu alat
komunikasi verbal yang digunakan dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah dan merupakan
alat komunikasi dalam menyampaikan jalan pikiran kepada orang lain (Suriassumantri,
2009). Pendapat lain menjelaskan, bahasa merupakan pernyataan pikiran atau
perasaan yang terdiri dari kata-kata atau istilah-istilah dan sintaksis. Kata
atau istilah merupakan simbol dari arti sesuatu, sedangkan sintaksis merupakan
cara menyusun kata-kata menjadi kalimat yang bermakna.
Suriassumantri (2009) menjelaskan
bahwa beberapa kelemahan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah sebagai
berikut :
1. Bahasa memiliki sifat mutifungsi yang artinya bahwa bahasa
berfungsi sebagai sarana komunikasi yang emotif, afektif dan juga simbolik yang
tidak dapat dipisahkan.
2. Bahasa memiliki sifat yang majemuk (
pluralistik ) dari bahasa, yang artinya bahwa bahasa memiliki kekurangan yang
terletak pada arti yang kurang jelas dan eksak yang terdapat pada kata-kata
yang membangun bahasa tersebut , dan beberapa kata ada juga yang memiliki arti
sama, sehingga dapat menimbulkan kekacauan yang bersifat semantik.
3.
Bahasa bersifat sirkular, yang
artinya bahwa penggunaan kata-kata dalam bahasa berputar-putar dalam memberikan suatu definisi.
Ø Matematika
sebagai sarana berfikir ilmiah
Matematika sebagai suatu
bahasa yang menggambarkan serangkaian makna dari suatu pernyataan yang akan
disampaikan. Lambang-lambang yang digunakan dalam matematika memiliki sifat artifisial yang
baru dan memiliki arti setelah suatu makna diberikan kepadanya, dan juga
memiliki sifat individual yang merupakan suatu perjanjian yang akan berlaku
khusus untuk masalah yang sedang dikaji (Suriassumantri, 2009).
Matematika dapat mengembangkan
suatu bahasa numerik
yang akan dapat memungkinkan untuk dilakukan suatu pengukuran kuantitatif,
sehingga dapat memberikan daya prediktif dan kontrol ilmu yanag lebih teliti
dan tepat (Suriassumantri, 2009).
Matematika juga merupakan
suatu sarana berpikir yang bersifat deduktif, yang artinya bahwa proses
pengambilan suatu kesimpulan didasarkan pada premis-premis yang kebenarannya sudah
ditentukan.
Ø Statistika
sebagai sarana berfikir ilmiah
Statistik dapat
diartikan sebagai suatu
kumpulan bahan yang berisi keterangan ( data ), baik yang berbentuk
angka ( data kuantitatif ) maupun yang tidak berbentuk angka ( data kualitatif). Namun seiring berjalannya waktu, kata statistik terbatas pada suatu kumpulan bahan keterangan yang berbentuk angka saja.
Statistik memiliki peranan
yang sangat penting dalam berpikir induktif, karena statistika dapat memberikan
cara dalam menarik suatu kesimpulan yang sifatnya umum dengan cara mengamati
hanya sebagian saja opulasi yang bersangkutan (Suriassumantri, 2009). Semakin banyak
sampel yang akan diambil, maka semakin tinggi juga tingkat
ketelitian dari kesimpulannya. Dan sebaliknya, semakin sedikit sampel yang diambil, maka semakin
rendah tingkat ketelitiannya (Bakhtiar, 2004).
Statistika juga dapat memberikan
suatu kemampuan kepada kita dalam mengetahui apakah hubungan kausalitas yang
terdapat pada dua faktor atau lebih memiliki
sifat kebetulan atau memang benar-benar memiliki keterkaitan di dalam suatu
hubungan yang bersifat empiris (Suriassumantri, 2009).
Statistika sebagai suatu sarana
berpikir ilmiah tidak dapat memberikan suatu kepastian namun dapat memberi
tingkat peluang bahwa premis-premis yang terdapat pada data yang diperoleh dapat
ditarik suatu kesimpulan, akan tetapi kesimpulannya mungkin bisa benar mungkin
juga bisa salah. Langkah yang dapat ditempuh di dalam suatu logika yang
bersifat induktif pada penggunaan statistika adalah observasi dan eksperimen, membuat
hipotesis ilmiah, verifikasi dan pengukuran, dan juga sebuah teori serta suatu
hukum ilmiah. (Sumarna, 2008).
0 Response to "FILSAFAT ILMU 2"
Post a Comment